Rabu, 04 Maret 2015
PENGGUNAAN UANG HASIL MAKSIAT (UANG HARAM),UNDIAN, PERLOMBAAN BERHADIAH DAN KRIDIT. A.Pengertian Uang Hasil Maksiat (Uang Haram)
PEMBAHASAN
PENGGUNAAN UANG HASIL MAKSIAT (UANG HARAM),UNDIAN, PERLOMBAAN BERHADIAH DAN KRIDIT.
A.Pengertian Uang Hasil Maksiat (Uang Haram)
Masalah uang haram mendapat perhatian yang cukup besar dalam kajian fiqh Islam. Haram merupakan pasangan dari halal, dalam arti tidak ada sesuatu yang bisa disebut haram tanpa ada yang halal, dan sebaliknya. Tampaknya keberadaan haram sengaja dimaksudkan untuk menguji loyalitas keimanan seseorang sampai di mana dan sejauh mana kadar keimanannya itu.
Haram merupakan salah satu dari hal yang harus dijauhi setiap mukallaf. Islam memberi ancaman berat bagi siapa ¬yang melanggarnya. Sejak dahulu hal ini menjadi perbincangan yang hangat, demikian juga dewasa ini.
Uang hasil maksiat (Uang haram) adalah uang yang diperoleh melalui jalan cara pekerjaan yang dilarang oleh Islam, seperti mencuri, merampok, korupsi, manipulasi, dan lain sebagainya. Uang adalah benda. Atribut halal atau haram tidak dapat disandingkan kepada yang halal atau haram. Atribut halal atau haram hanya dapat disandingkan kepada perbuatan. Hal ini dapat kita ketahui secara jelas dari definisi hukum.
Disini pemakalah memaparkan uang hassil maksiat dihubungkan dengan berhaji dengan uang hasil haram (uang maksiat).
1.Berhaji Dengan Uang Hasil Maksiat
Banyak ulama berpendapat bahwa haji seseorang yang dibiayai dengan uang haram tetap dianggap sah (yakni cukup untuk menggurgurkan kewajiban berhaji), walaupun dosanya tidak terampuni karenanya. Akan tetapi imam ahmad berpendapat bahwa hajinya itu tidak cukup untuk menggurkan kewajibannya, mengingat sabda nabi Saw dalam sebuah hadis sahih “sesungguhnya allah adalah maha baik tidak menerima kecuali yang baik”
Oleh karena itu wajiblah setiap orang membersihkan hartanya yang akan digunakan untuk berhaji dari segala sesuatu yang subhat apalagi yang haram. Agar haji nya itu diterima oleh allah SWT. Dan sebaiknya ia melepaskan segala kesibukannya dalam perdagangan maupun pekerjaan lainnya yang dapat merisaukan atau membayarkan kosentrasinya dalam hal sangat penting, agar tekat dan perhatiannya hanya tertuju kepada Allah SWT dan hatinya menjadi tenang dan berpaling sepenuhnya kepada zhikrullah serta pengagungan syaria syariatnya.
B.Perlombaan Berhadiah Undian berhadiah dan
1.prlombaan Berhadia
Perlombaan berhadiah ialah perlombaan yang bersifat adu kekuatan seperti bergulat atau lomba lari, atau adu keterampilan ketangkasan seperti badminton sepak bola sepak takraw atau adu kepandaian seperti main catur. Mengenai uang hadiah hasil lomba tersebut diperbolehkan namun ada beberapa catatan
Jika uang /hadiah lomba itu diselenggarakan (disediakan) oleh pemerintah atau seponsor non pemerintah untuk para pemenang.
Jika uang hadiah lomba itu merupakan janji salah satu dari dua orang yang berlomba kepada lawannya, jika ia dapat dikalahkahkan oleh lawannya itu.
Jika uang hadiah lomba disediakan oleh para pelaku lomba dan mereka disertai oleh muhailil yaitu orang orang yang berfungsi menghalalkan perjanjian lomba dengan uang sebagai pihak ketiga yang akan mengambil uang hadiah itu jika jagonya menang tetapi ia tidak harus membayar, jika jagonya kalah.
2.Undian Berhadiah
Undian berhadiah seperti sumbangan sosial berhadiah (SSB) yang diselenggarakan oleh departemen sosial RI dan kupon berhadiah Porkas Sepak Bola yang diselenggarakan oleh yayasan Dana bakti Kesejahteraan Sosial merupakan salah satu masalah yang aktual yang hingga kini masih tetap ramai dibicarakan oleh tokoh tokoh masyarakat.
Pemerintah RI telah mempunyai seperangkat peraturan perundang undangan yang mengatur penyelenggaraan undian dan penerbitan perjudian antaralain UU nomor 28 Tahun 1947 trngtang Undian Uang negara, UU Nomor 22 Tahun 1954 tentang undian , UU Nomor 7 Tahun 1974 tentang penerbitan Perjudian.
Sebagian besdar ulama di indonesia mengharamkan segala macam taruhan dan perjudian seperti Lotre (nalo) dan lotre Totalisator (lotto) pada tahun 60 an masyarakat pernah dilanda oleh lotre terutama lotre buntut,yang akhirnya dilarang oleh presiden soekarno dengan Kepres No 133 Tahuin 1965.
Mukhtamar majlis Tarjih Muhammadiyah di soedarjo pada tanggal 23-31 juli 1969 memutuskan antaralain bahwa lotto dan nalo dan sesamanya adalah termasuk perjudian.
1.Lotto dan Nalo pada hakikatnya dan sifatnya sama dengan taruhan dan perjudian dengan unsur unsur.
a.Pihak yang menerima hadiah sebagai pemenang.
b.Pihak yang tidak mendapat hadiah sebagai kalah
2.Oleh karena itu Lotto dan Nalo adalah salah satu dari jenis taruhan dan perjudian maka berlaku nasnya dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 219.
••
Artinya :Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, Segala minuman yang memabukkan.(QS Al Baqarah Ayat 219).
3.Mukhtamar mengakui bahwa hasil lotto dan nalo yang diambil oleh pohak pengelenggara mengandung mafaat bagi masyarakat sepanjang bagian hasil itu benar benar dipergunakan bagi pembangunan .
4.Bahwa mudarat dan akibat jelek yang ditimbulkan oleh tersebartluasnya taruhan dan perjudian dalam masyarakat jauh lebih besar dari pada mamfaat yang diperoleh dari penggunaan hasilnya.
Kalau kita perhatikan penjelasan majlis ulama tarjih muhammadiyah tentang keputusan haramnya lotto dan nalo maka dapat disimpulkan bahwa SSB dan porkas juga termasuk yang diharamkan karena keduanya sama sama mengandung mudarat dan mafaat rugi untung dan kalah menang.dan sudah dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 219 lebih banyak mudaratnya dibandingkan mamfaatnya.
Tampaknya pendapat Rasyid Ridha tentang lotri undian berhadiah perlombaan berhadiah yang diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga sosial swasta guna kepentingan umum atau negara sama dengan pendapat Prof KH Ibrahim Hosen bahwa undian harapan SSB dan sebagainya seperti yang biasanya diselenggarakan didunia sekarang baik oleh pemerintah maupun oleh swasta dipergunakan semata mata unutk tujuan sosial, pendidikan atau kepentingan umum lainya bukan termasuk judi.
Menurut H.S Mukhlis ada dua unsur yang merupakan sayrat formal dinamakan judi.
Haus ada dua pihak yang masing masing terdiri dari satu orang atau lebih yang bertaruh , yang menang (penebak tepat atau pemilik nomor yang cocok ) dibayar oleh yang kalah menurut perjanjian dan rumusan tertentu.
Menang atau kalah dikaitkan dengan kesudahan sesuatu pristiwa yang berda dalam kekuasaan, dus diluar pengetahuan terlebih dahulu dari para petaruh.
C.Kridit
Kredit adalah membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai dengan bila dengan tenggang waktu. Ini dikenal dengan istilah bai` bit taqshid atau bai` bits-tsaman ajil. Gambaran umumnya adalah penjual dan pembeli sepakat bertransaksi atas suatu barang (x) dengan harga yang sudah dipastikan nilainya (y) dengan masa pembayaran (pelunasan) (z) bulan.
Namun sebagai syarat harus dipenuhi ketentuan berikut.
1.Harga harus disepakati di awal transaksi meskipun pelunasannya dilakukan kemudian. Misalnya : harga rumah 100 juta bila dibayar tunai dan 150 juta bila dibayar dalam tempo 5 tahun.
2.Tidak boleh diterapkan sistem perhitungan bunga apabila pelunasannya mengalami keterlambatan sebagaimana yang sering berlaku.
3.Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari praktek bai` gharar (penipuan) Untuk lebih jelasnya agar bisa dibedakan antara sistem kredit yang dibolehkan dan yang tidak, kami contohkan dua kasus sebagai berikut :
Contoh 1
Ahmad menawarkan sepeda motor pada Budi dengan harga rp. 12 juta. Karena Budi tidak punya uang tunai Rp.12 juta, maka dia minta pembayaran dicicil (kredit).
Untuk itu Ahmad minta harganya menjadi Rp. 18 juta yang harus dilunasi dalam waktu 3 tahun. Harga Rp. 18 juta tidak berdasarkan bunga yang ditetapkan sekian persen, tetapi merupakan kesepakatan harga sejak awal.
Transaksi seperti ini dibolehkan dalam Islam.
Contoh 2
Ali menawarkan sepeda motor kepada Iwan dengan harga Rp. 12 juta. Iwan membayar dengan cicilan dengan ketentuan bahwa setiap bulan dia terkena bunga 2 % dari Rp. 12 juta atau dari sisa uang yang belum dibayarkan.
Transaksi seperti ini adalah riba, karena kedua belah pihak tidak menyepakati harga dengan pasti, tetapi harganya tergantung dengan besar bunga dan masa cicilan. Yang seperti ini jelas haram.
Empat ulama madzhab dan mayoritas ulama fikih kontemporer mengakui keabsahan praktek jual beli kredit dengan harga jual lebih tinggi dari harga tunai. Di antara landasan syar’i yang dijadikan dasar memperbolehkan praktek akad jual beli kredit adalah sebagai berikut
1.Hukum asal dalam muamalah adalah mubah, kecuali terdapat nash shahih dan sharih yang melarang dan mengharamkannya. Berbeda dengan ibadah mahdhah, hukum asalnya adalah haram kecuali ada nash yang memerintahkan untuk melakukanya. Dengan demikian, tidak perlu mempertanyakan dalil yang mengakui keabsahan sebuah transaksi muamalah, sepanjang tidak terdapat dalil yang melarangnya, maka transaksi muamalah sah dan halal adanya.
2.Keumuman nash al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 275:
... وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا. [البقرة: 2:275]
Artinya: “... padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” [QS. al-Baqarah (2): 275]
Dalam ayat ini, Allah mempertegas keabsahan jual beli secara umum, kehalalan ini mencakup semua jenis jual beli, termasuk di dalamnya jual beli kredit, sekaligus menolak dan melarang konsep ribawi.
3.Adanya unsur tolong-menolongdalam transaksi jual beli kredit, dikarenakan pembeli memungkinkan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan tanpa harus langsung membayarnya. Prinsip tolong-menolong ini sesuai dengan semangat al-Qur’an surat al-Maidah (5) ayat 2:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. [المآئدة: 5: 2]
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [QS. al-Maidah (5): 2]
4.Kepentingan penjual untuk menaikkan harga jual lebih tinggi dari harga tunai, dengan sebab adanya penambahan jangka waktu pembayaran adalah sebagai bagian dari harga jual tersebut, bukan sebagai kompensasi waktu semata yang tergolong riba. Dan sudah menjadi hal yang lumrah, bahwa sebuah komoditas mempunyai nilai yang berbeda dan bisa berubah nilainya dari masa ke masa. Di antara jumhur ulama fiqih yang berpendapat demikian adalah al-Ahnaf, para pengikut Imam asy-Syafi’i, Zaid bin Ali dan Muayyid Billah.
5.Transaksi muamalah dibangun atas asas mashlahat, Syara’ datang untuk mempermudah urusan manusia dan meringankan beban yang ditanggungnya. Syara’ juga tidak akan melarang bentuk transaksi kecuali terdapat unsur kezaliman di dalamnya. Seperti riba, dhalim, penimbunan, penipuan dan lainnya. Jual beli kredit akan menjadi mashlahat bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah, yang memungkinkan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan keterbatasan dana yang dimiliki.
Dengan demikian, jual beli komoditas dengan cara kredit, yang termasuk di dalamnya kendaraan bermotor, bukanlah transaksi hutang piutang atau pun transaksi atas barang ribawi, namun ia adalah jual beli murni yang keabsahannya diakui oleh syariat. Tentunya, dengan ketentuan-ketentuan yang telah tersebut di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asnawi, Nihayah al-Sul, `Alam al-Kutub, juz I,
Zuhdi, Masjfuk.. Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. 1997.
http://nurussubahah.blogspot.com/2012/12/hukum-kredit-menurut-pandangan-islam.html diakses pada tanggal 16 februari 2014.
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al Qur’an As Sunah, Dan Para Ulama, Bandung: Penerbit Mizan 1999.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar