Selasa, 10 Desember 2013

Timbulnya Sekte Politik dan Pengaruhnya Bagi Perkembangan Hukum Islam


Tugas kelompok
MAKALAH
Timbulnya Sekte Politik dan Pengaruhnya Bagi Perkembangan Hukum Islam
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Tarikh Tasrik
DOSEN PENGAMPU
Abd Syahid,S.Pd.I. M.A.
Disusun
Kelolompok III
Aminuddin
Nurfadhila
Surpenaka
Sekolah  Tinggi Agama Islam (STAI)
Auliaurrasyidin
Tembilahan
2013


KATA PENGANTAR
A025
Alhamdulilah, puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Swt.Karena berkat rahmat dan hidayahnyalah kami sebagai penulis dapat menyelesaikan tugas dalam bentuk makalah yang membahas dengan mata kuliah  Tarikh Tasrikh dengan judul “ Timbulnya sekte politik dan pengaruhnya bagi perkembangan hukum islam
Makalah ini penulis  susun berdasarkan buku-buku yang menyangkut dengan hal-hal tersebut di atas.Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan dalam peroses belajar mengajar.
Dan dapat membantu proses belajar mengajar kita dalam meningkatkan pemahaman agama dan memperdalam ilmu pengetahuan yang bersipat mendidik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Amin.






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah........................................................................ I
B.Rumusan Masalah.................................................................................. I
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian Politik Dalam Islam............................................................. 2
B.Sejarah Timbulnya Aliran Politik Dalam Islam...................................... 3
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan............................................................................................ 8
Daftar Pustaka



BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Siyasah Syar’iyyah adalah urusan kemanusiaan saja yang tidak ada pengaturannya dalam Nash, akan tetapi tetap pada prinsip-prinsip hukum Islam dalam Nash.
Manusia pasti membutuhkan pengurusan, kekuasaan, pengawasaan, dan pemimpin yang melahirkan kesejahteraan untuk semua masyarakat. Karena tidak ada dalam Nash secara tegas tentang siyasah lahirlah pemikiran-pemikiran politik dari para cendekian  Islam yang berusaha mencari hubungan antara politik dengan Islam.
Seiring waktu setelah Nabi dan Khalifah wafat, perselisihan semakin banyak dan akhirnya melahirkan kelompok-kelompok yang telah mengandung politik tersendiri. Dan dalam kelompok-kelompok itu telah memiliki idealisme masing-masing dalam menentukan siapa yang berhak menjadi pemimpin dan bagaimana syarat-syaratnya.
B.Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Politik Dalam Islam ?.
2.Sejarah Timbulnya Aliran Politik Dalam Islam?.
3.Sebab Timbulnya Aliran Politik Dalam Islam?.
4.Apa pengaruh politik dalam islam?.


BAB II
PEMBAHASAN
Timbulnya Sekte Politik dan Pengaruhnya Bagi Perkembangan Hukum Islam
A.Pengertian Politik Dalam Islam
Istilah politik yang dimaksud dalam Islam berasal dari kata :
ساس يسوس سياسة yang berarti mengatur, mengendalikan, mengurus dan membuat keputusan, oleh karena itu arti siyasah/politik secara etimologi adalah pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuat kebijakan, pengurusan, pengawasan, perekayasan dan lain-lain.[1]
Sedangkan makna istilah, fiqh siyasah atau siyasah al-syar’iyyah diartikan sebagai berikut:
1.Menurut Ahmad Fathi
”Pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan ketentuan syara’” (Ahmad Fathi Bahantsi dalam al-siyasah al-jinaiyyah fi al-syari\’at al-Islamiyah).
2.Abdul Wahab al Khalaf
Siyasah syar’iyyah adalah pengurusan hal-hal yang bersifat umum bagi negara Islam dengan cara yang menjamin perwujudan kemasalahatan dan penolakan kemidlaratan dengan tidak melewati batas-batas syariah dan pokok-pokok syariah meskipun tidak sesuai dengan pendapat-pendapat ulama’ mujtahid.[2]
Konsep politik tradisional dalam Islam mencakup kepemimpinan dengan penerus Nabi dikenal sebagai khalifah,pentingnya mengikuti hukum Islam atau Syariah  tugas penguasa untuk mencari Syura atau konsultasi dari mata pelajaran mereka, dan pentingnya menegur adil penguasa tetapi tidak mendorong pemberontakan terhadap mereka.[3] 
B.Sejarah Timbulnya Aliran Politik Dalam Islam
Masa Rasulullah
H.R. Gibb dalam memandang peran Muhammad setidaknya menggunakan dua periode besar, yakni periode Makkah  dan periode Madinah. Dalam periode  Makkah,  kedudukan  Muhammad disebutnya sebagai Nabi semata, semisal dengan Isa. Ia tidak pernah memaklumkan sebuah komunitas baru dengan segala prinsip-prinsipnya.  Ia juga  tidak melakukan usaha-usaha proteksi dengan kekuatan senjata meski ia dipojokkan.   Tidak  pernah ditemukan  sebuah konflik politik   yang  besar, yang kemudian memungkinkan terjadinya  perang antara kaum Muhammad dengan  kaum  Arab  lainnya. Bahkan dipandang dalam  kehidupan  di Makkah ini, Muhammad sebagai  seorang  Nabi,  seorang yang egaliter, yang  tidak membedakan  antara  umat beriman dengan tidak beriman. Sedangkan dalam periode Madinah,  fungsi  dan peran kenabian dari Muhammad berpindah menjadi  fungsi seorang raja.   Dalam pandangan Gibb,   Muhammad menempatkan dirinya  sebagai seorang pemimpin Islam dari  komunitas masyarakat Islam yang khas.  Ia  tidak hanya  menjalankan peran kenabian akan tetapi  lebih menjalankan  tugas seorang raja yang mengatur  suatu komunitas.[4]
Masa Khulafa al Rasyidin
Persoalan siyasah pertama dihadapi kaum muslimin setelah Nabi wafat. Sebelum Rasul wafat, beliau tidak menentukan siapa penggantinya, sehingga dikenal berbagai mekanisme penetapan kepala Negara dan berbagai cerita yang sesuai sosiojistoris yang ada. Sahabat Abu Bakar ditetapkan khalifah berdasarkan “pemilihan suatu musyawarah terbuka”,Umar bin Khattab melewati “penunjukkan oleh kepala Negara pendahulunya”, Usman bin Affan berdasarkan “pemilihan dalam suatu dewan formatur” dan Ali bin Abu Thalib melalui musyawarah dalam pertemuan terbuka[5].
Masa pasca Khulafaurrasyidin
Setelah masa kekhilafahan, timbullah masa dinasti yaitu kekuasaan yang dipegang oleh keturunan Umayah dan kemudian keturunan Abasiyah, pada suatu kurun waktu tertentu, di dunia Islam dikenal 3 dinasti : dinasti Abbasiyah di Baghdad, dinasti Umayyah di Andalusia, dan dinasti Fathimiyyah di Mesir.
Pada masa Nabi tercermin prinsip-prinsip siyasah dari adanya piagam Madinah yang dipegang teguh oleh para Khulafa al Rasyidin, prinsip-prinsip itu berupa : persatuan, persamaan, keadilan, perdamaian, musyawarah, kemanusiaan, kejujuran dan pemimpin sebagai abdi masyarakat, tapi pada masa dinasti prinsip-prinsip itu tergeser sehingga kekuasaan yang menjadi panglima dan bukan hukum menjadi panglima dengan perebutan kekuasaan. Akhirnya tergambarkan dari keruntuhan kekuasaan Abbasiyah dan Umayyah.[6]
Pada Pertengahan Abad Kedua Puluh
Masa ini terjadi dekolonisasi Negara-negara muslim yang terpisah satu sama lain akibat kolonial, mulai memerdekakan diri yang umumnya negeri-negeri merdeka ini dipimpin pimpinan yang terdidik secara barat.[7]
Pemikiran tokoh-tokoh dalam politik Islam dapat dikategorikan menjadi dua periode yakni periode pra modern dan modern. Kedua masa itu pada hakikatnya para pemikir politik Islam bergulat pada upaya untuk mencari basis intelektual dari hubungan politik dan Islam.
a.Pada masa pra modern pemikiran politik Islam dipengaruhi oleh pemikiran yunani, melalui kajian filsafat.
b.Sedangkan pada masa modern pengaruh politik barat terhadap politik Islam sudah masuk melalui imperalisme.[8]
Dikalangan Umat Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan antara Islam dan politik.
Aliran pertama, berpendapat bahwa Islam bukan semata-mata agama dalam pegertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan, sebaliknya Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk kehidupan bernegara. Tokoh utama aliran ini antara lain Syekh Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, Muhammad Rasyid Ridla dan  Abul A’la al-Maududi.
Aliran kedua, berpendapat bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini Muhammad hanyalah seorang Rasul biasa seperti halnya Rasul-rasul yang lain, dengan tugas utama mengajak (dakwah) manusia kepada jalan Tuhannya dengan menjunjung tinggi nilai moral, dan Nabi tidak dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai suatu negara. Pendapat ini dalam khazanah pemikiran Islam kontemporer diwakili oleh seorang ulama Mesir, Ali Abd ar-Raziq, dalam risalahnya yang sangat ramai diperdebatkan, al-Islam wa Ushul al-Hukm (Islam dan Dasar-Dasar Kekuasaan), pernah mengemukakan bahwa Muhammad hanyalah seorang rasul dan juru dakwah, bukan seorang pemimpin negara.
Aliran ketiga, menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Tetapi aliran ini pula menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian sekuler yang hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Aliran ini berpendapat bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Salah satu tokoh yang mendukung pendapat ini diantaranya adalah Mohammad Husein Haekal, Fazlur Rahman dan di Indonesia tokohnya Nurcholish Madjid.[9]
Pada masa Nabi SAW dan para Khulafa al Rasyidin, umat Islam bersatu, mereka satu akidah, satu siyasah, satu politik, satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat dapat diatasi dengan wahyu. Awal mula adanya perselisihan dipicu oleh Abdullah bin Saba’ (seorang Yahudi) pada pemerintahan Usman bin Affan dan berlanjut pada masa khalifah Ali bin Abu Tholib.
Awal mula timbulnya aliran politik pada masa khalifah Ustman bin Affan (setelah wafatnya), pada masa itu dilatarbelakangi oleh kepentingan kelompok yang mengarah terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya Khalifah Ustman. Kemudian digantikan oleh Ali bin Abu Thalib, pada masa itu perpecahan umat Islam terus berlanjut. Umat Islam pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan Ali bin Abu Tholib, yang menamakan dirinya kelompok syiah, dan ada yang kontra dengan nama kelompok khawarij. Akhirnya perpecahan memuncak kemudian terjadilah perang jamal yaitu antara Ali dengan Aisyah dan perang Shiffin antara Ali dengan Muawiyah. Bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran politik di kalangan umat Islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya jumlah aliran politik di kalangan umat Islam menjadi banyak seperti aliran Syiah, Khawarij, Murji’ah, Jabariyah, Mu’tazilah dll.[10]







BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Siyasah syar’iyyah adalah pengurusan hal-hal yang bersifat umum bagi negara Islam dengan cara yang menjamin perwujudan kemaslahatan dan penolakan kemidlaratan dengan tidak melewati batas-batas syariah dan pokok-pokok syariah yang kully, meskipun tidak sesuai dengan pendapat-pendapat ulama’ mujtahid.

Sebab-sebab timbulnya aliran politik dalam Islam secara Implisit tidak kami temukan, tapi nilai-nilainya secara eksplisit kami menemukan. Bahwa sebab-sebab timbulnya aliran politik berkaitan dengan aliran kalam, dan pentebab lahirnya aliran kalam salah satunya disebabkan aspek politik, maka kita sedikit mengupas tentang aliran kalam itu sendiri.
Faktor intern : karena tidak ada Nash tentang siyasah/politik baik dari Al-Qur’an dan hadist, sehingga umat Islam masa itu mencari referensi politik dari luar Islam.
Faktor Ekstern adanya misi tertentu dari umat non Muslim yang masih tertanam rasa iri akan kemajuan masa Nabi dan Khulafa’ur rasyidin dan melancarkan gerakan-gerakan tertentu.



DAFTAR PUSTAKA
Djazuli. 1994.Fiqih Siyasah.Jakarta.PT Raja garvindo Persada.



Munawir Sjadzali.1998.M.A. Islam dan tata negara.Bandung.Gama Media.













[1].Prof. H.A. Djazuli. Fiqih Siyasah. Hlm 25-26
[2] . Ibid. Hal 27-28
                   [3].Ibid. Hlm 28-29
                   [5].Prof. H.A. Djazuli. Fiqih Siyasah. Hlm 17


                   [6]. Ibid. hlm 21-23
                   [7]. Ibid. hlm 25

                   [9]. Ibid.
[10]. H. Munawir Sjadzali, M.A. Islam dan tata negara. Hlm 41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar