Tugas
kelompok
MAKALAH
Timbulnya Sekte Politik
dan Pengaruhnya Bagi Perkembangan Hukum Islam
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Tarikh Tasrik
DOSEN
PENGAMPU
Abd Syahid,S.Pd.I. M.A.
Disusun
Kelolompok
III
Aminuddin
Nurfadhila
Surpenaka
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI)
Auliaurrasyidin
Tembilahan
2013
KATA
PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Swt.Karena berkat rahmat dan hidayahnyalah kami sebagai penulis dapat menyelesaikan tugas dalam bentuk
makalah yang membahas dengan mata kuliah
Tarikh Tasrikh dengan judul “ Timbulnya sekte politik
dan pengaruhnya bagi perkembangan hukum islam
Makalah ini penulis susun berdasarkan
buku-buku yang menyangkut dengan hal-hal tersebut di atas.Semoga makalah ini
dapat memberikan sumbangan dalam peroses belajar mengajar.
Dan dapat membantu proses belajar mengajar kita dalam
meningkatkan pemahaman agama dan memperdalam ilmu pengetahuan yang bersipat
mendidik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Amin.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
BAB
I PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang Masalah........................................................................ I
B.Rumusan
Masalah.................................................................................. I
BAB
II PEMBAHASAN
A.Pengertian
Politik Dalam Islam............................................................. 2
B.Sejarah Timbulnya
Aliran Politik Dalam Islam...................................... 3
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan............................................................................................ 8
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Siyasah Syar’iyyah adalah urusan
kemanusiaan saja yang tidak ada pengaturannya dalam Nash, akan tetapi tetap
pada prinsip-prinsip hukum Islam dalam Nash.
Manusia pasti
membutuhkan pengurusan, kekuasaan, pengawasaan, dan pemimpin yang melahirkan
kesejahteraan untuk semua masyarakat. Karena tidak ada dalam Nash secara tegas
tentang siyasah lahirlah pemikiran-pemikiran politik dari para cendekian
Islam yang berusaha mencari hubungan antara politik dengan Islam.
Seiring waktu setelah
Nabi dan Khalifah wafat, perselisihan semakin banyak dan akhirnya melahirkan
kelompok-kelompok yang telah mengandung politik tersendiri. Dan dalam
kelompok-kelompok itu telah memiliki idealisme masing-masing dalam menentukan
siapa yang berhak menjadi pemimpin dan bagaimana syarat-syaratnya.
B.Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Politik Dalam Islam ?.
2.Sejarah
Timbulnya Aliran Politik Dalam Islam?.
3.Sebab
Timbulnya Aliran Politik Dalam Islam?.
4.Apa pengaruh politik dalam islam?.
BAB II
PEMBAHASAN
Timbulnya
Sekte Politik dan Pengaruhnya Bagi Perkembangan Hukum Islam
A.Pengertian Politik Dalam Islam
Istilah politik yang
dimaksud dalam Islam berasal dari kata :
ساس يسوس سياسة yang berarti
mengatur, mengendalikan, mengurus dan membuat keputusan, oleh karena itu arti
siyasah/politik secara etimologi
adalah pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuat kebijakan, pengurusan,
pengawasan, perekayasan dan lain-lain.[1]
Sedangkan makna istilah,
fiqh siyasah atau siyasah al-syar’iyyah diartikan sebagai berikut:
1.Menurut Ahmad Fathi
”Pengurusan kemaslahatan
umat manusia sesuai dengan ketentuan syara’” (Ahmad Fathi Bahantsi dalam
al-siyasah al-jinaiyyah fi al-syari\’at al-Islamiyah).
2.Abdul Wahab al Khalaf
Siyasah syar’iyyah
adalah pengurusan hal-hal yang bersifat umum bagi negara Islam dengan cara yang
menjamin perwujudan kemasalahatan dan penolakan kemidlaratan dengan tidak melewati batas-batas syariah dan
pokok-pokok syariah meskipun tidak sesuai dengan pendapat-pendapat ulama’ mujtahid.[2]
Konsep politik
tradisional dalam Islam mencakup kepemimpinan dengan penerus Nabi dikenal
sebagai khalifah,pentingnya mengikuti hukum Islam atau Syariah tugas penguasa untuk
mencari Syura atau konsultasi dari mata pelajaran mereka, dan pentingnya
menegur adil penguasa tetapi tidak mendorong pemberontakan terhadap mereka.[3]
B.Sejarah Timbulnya Aliran
Politik Dalam Islam
Masa Rasulullah
H.R. Gibb dalam memandang peran
Muhammad setidaknya menggunakan dua periode besar, yakni periode Makkah
dan periode Madinah. Dalam periode Makkah, kedudukan
Muhammad disebutnya sebagai Nabi semata, semisal dengan Isa. Ia tidak
pernah memaklumkan sebuah komunitas baru dengan segala prinsip-prinsipnya.
Ia juga tidak melakukan usaha-usaha proteksi dengan kekuatan
senjata meski ia dipojokkan. Tidak pernah ditemukan
sebuah konflik politik yang besar, yang kemudian
memungkinkan terjadinya perang antara kaum Muhammad dengan kaum
Arab lainnya. Bahkan dipandang dalam kehidupan di
Makkah ini, Muhammad sebagai seorang Nabi, seorang yang
egaliter, yang tidak membedakan antara umat beriman dengan
tidak beriman. Sedangkan dalam periode Madinah, fungsi dan peran
kenabian dari Muhammad berpindah menjadi fungsi seorang raja.
Dalam pandangan Gibb, Muhammad menempatkan dirinya
sebagai seorang pemimpin Islam dari komunitas masyarakat Islam yang
khas. Ia tidak hanya menjalankan peran kenabian akan tetapi
lebih menjalankan tugas seorang raja yang mengatur suatu
komunitas.[4]
Masa Khulafa al Rasyidin
Persoalan siyasah
pertama dihadapi kaum muslimin setelah Nabi wafat. Sebelum Rasul wafat, beliau
tidak menentukan siapa penggantinya, sehingga dikenal berbagai mekanisme
penetapan kepala Negara dan berbagai cerita yang sesuai sosiojistoris yang ada. Sahabat Abu Bakar ditetapkan khalifah
berdasarkan “pemilihan suatu musyawarah terbuka”,Umar bin Khattab melewati
“penunjukkan oleh kepala Negara pendahulunya”, Usman bin Affan berdasarkan
“pemilihan dalam suatu dewan formatur” dan Ali bin Abu Thalib melalui
musyawarah dalam pertemuan terbuka[5].
Masa pasca Khulafaurrasyidin
Setelah masa
kekhilafahan, timbullah masa dinasti yaitu kekuasaan yang dipegang oleh
keturunan Umayah dan kemudian keturunan Abasiyah, pada suatu kurun waktu
tertentu, di dunia Islam dikenal 3 dinasti : dinasti Abbasiyah di Baghdad,
dinasti Umayyah di Andalusia, dan dinasti Fathimiyyah di Mesir.
Pada masa Nabi tercermin
prinsip-prinsip siyasah dari adanya piagam Madinah yang dipegang teguh oleh para
Khulafa al Rasyidin, prinsip-prinsip itu berupa : persatuan, persamaan,
keadilan, perdamaian, musyawarah, kemanusiaan, kejujuran dan pemimpin sebagai
abdi masyarakat, tapi pada masa dinasti prinsip-prinsip itu tergeser sehingga
kekuasaan yang menjadi panglima dan bukan hukum menjadi panglima dengan
perebutan kekuasaan. Akhirnya tergambarkan dari keruntuhan kekuasaan Abbasiyah
dan Umayyah.[6]
Pada Pertengahan Abad Kedua Puluh
Masa ini terjadi
dekolonisasi Negara-negara muslim yang terpisah satu sama lain akibat kolonial,
mulai memerdekakan diri yang umumnya negeri-negeri merdeka ini dipimpin
pimpinan yang terdidik secara barat.[7]
Pemikiran tokoh-tokoh
dalam politik Islam dapat dikategorikan menjadi dua periode yakni periode pra
modern dan modern. Kedua masa itu pada hakikatnya para pemikir politik Islam
bergulat pada upaya untuk mencari basis intelektual dari hubungan politik dan
Islam.
a.Pada masa pra modern pemikiran politik
Islam dipengaruhi oleh pemikiran yunani, melalui kajian filsafat.
b.Sedangkan pada masa modern pengaruh
politik barat terhadap politik Islam sudah masuk melalui imperalisme.[8]
Dikalangan Umat Islam
sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan antara Islam dan politik.
Aliran pertama, berpendapat bahwa Islam bukan semata-mata agama dalam pegertian Barat,
yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan, sebaliknya Islam
adalah agama yang sempurna dan lengkap yang mengatur segala aspek kehidupan
manusia, termasuk kehidupan bernegara. Tokoh utama aliran ini antara lain Syekh
Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, Muhammad Rasyid Ridla dan Abul A’la
al-Maududi.
Aliran kedua, berpendapat bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak
ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini Muhammad hanyalah
seorang Rasul biasa seperti halnya Rasul-rasul yang lain, dengan tugas utama
mengajak (dakwah) manusia kepada jalan Tuhannya dengan menjunjung tinggi nilai
moral, dan Nabi tidak dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai suatu negara.
Pendapat ini dalam khazanah pemikiran Islam kontemporer diwakili oleh seorang
ulama Mesir, Ali Abd ar-Raziq, dalam risalahnya yang sangat ramai
diperdebatkan, al-Islam wa Ushul al-Hukm (Islam dan Dasar-Dasar
Kekuasaan), pernah mengemukakan bahwa Muhammad hanyalah seorang rasul dan juru
dakwah, bukan seorang pemimpin negara.
Aliran ketiga, menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Tetapi
aliran ini pula menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian
sekuler yang hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Aliran ini
berpendapat bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi
terdapat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Salah satu tokoh yang
mendukung pendapat ini diantaranya adalah Mohammad Husein Haekal, Fazlur Rahman
dan di Indonesia tokohnya Nurcholish Madjid.[9]
Pada masa Nabi SAW dan
para Khulafa al Rasyidin, umat Islam bersatu, mereka satu akidah, satu siyasah,
satu politik, satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat
dapat diatasi dengan wahyu. Awal mula adanya perselisihan dipicu oleh Abdullah
bin Saba’ (seorang Yahudi) pada pemerintahan Usman bin Affan dan berlanjut pada
masa khalifah Ali bin Abu Tholib.
Awal mula timbulnya
aliran politik pada masa khalifah Ustman bin Affan (setelah wafatnya), pada
masa itu dilatarbelakangi oleh kepentingan kelompok yang mengarah terjadinya
perselisihan sampai terbunuhnya Khalifah Ustman. Kemudian digantikan oleh Ali
bin Abu Thalib, pada masa itu perpecahan umat Islam terus berlanjut. Umat Islam
pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan Ali bin Abu Tholib, yang
menamakan dirinya kelompok syiah, dan ada yang kontra dengan nama kelompok
khawarij. Akhirnya perpecahan memuncak kemudian terjadilah perang jamal yaitu
antara Ali dengan Aisyah dan perang Shiffin antara Ali dengan Muawiyah. Bermula
dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran politik di kalangan umat Islam,
masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya jumlah aliran politik di
kalangan umat Islam menjadi banyak seperti aliran Syiah, Khawarij, Murji’ah, Jabariyah,
Mu’tazilah dll.[10]
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Siyasah syar’iyyah
adalah pengurusan hal-hal yang bersifat umum bagi negara Islam dengan cara yang
menjamin perwujudan kemaslahatan dan penolakan kemidlaratan dengan tidak melewati
batas-batas syariah dan pokok-pokok syariah yang kully, meskipun tidak sesuai
dengan pendapat-pendapat ulama’ mujtahid.
Sebab-sebab timbulnya
aliran politik dalam Islam secara Implisit tidak kami temukan, tapi
nilai-nilainya secara eksplisit kami menemukan. Bahwa sebab-sebab timbulnya
aliran politik berkaitan dengan aliran kalam, dan pentebab lahirnya aliran
kalam salah satunya disebabkan aspek politik, maka kita sedikit mengupas
tentang aliran kalam itu sendiri.
Faktor intern : karena
tidak ada Nash tentang siyasah/politik baik dari Al-Qur’an dan hadist, sehingga
umat Islam masa itu mencari referensi politik dari luar Islam.
Faktor Ekstern adanya misi tertentu
dari umat non Muslim yang masih tertanam rasa iri akan kemajuan masa Nabi dan
Khulafa’ur rasyidin dan melancarkan gerakan-gerakan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli. 1994.Fiqih Siyasah.Jakarta.PT Raja garvindo Persada.
Drs. F.
Aminuddin Aziz, Mm., Dalam Http://Www.Aminazizcenter.Com/2009/Artikel-62-September-2008-Kuliah-Fiqh-Siyasah-Politik-Islam.Html,.Diakses Pada Tanggal 30 September 2013.
Munawir
Sjadzali.1998.M.A. Islam dan tata negara.Bandung.Gama Media.
[4]. Powhttp://surwandono.staff.umy.ac.id/2010/06/23/aliran-politik-dan-aqidah-dalam-pemikiran-politik-islam/ered
by Word Press.com.
[8]. Drs. F. Aminuddin Aziz, Mm., Dalam Http://Www.Aminazizcenter.Com/2009/Artikel-62-September-2008-Kuliah-Fiqh-Siyasah-Politik-Islam.Html,.Diakses Pada
Tanggal 30 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar